Friday, March 26, 2010

Hak Kepemilikan Asing Bukan HGB, Tapi Hak Sewa dan Hak Pakai

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengkaji batasan kepemilikan properti oleh warga negara asing di Indonesia. Batasan itu, antara lain, adalah hak kepemilikan properti oleh asing bukan berupa hak milik atau hak guna bangunan, melainkan hak sewa dan hak pakai yang waktunya diperpanjang.

Hasil kajian tersebut akan dimasukkan dalam draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hak Hunian bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Draf revisi PP tersebut ditargetkan selesai pada April 2010.


Peraturan yang berlaku saat ini adalah hak pakai properti oleh orang asing dibatasi hanya untuk masa 25 tahun dan dapat diperpanjang. Dalam draf revisi PP tersebut, direncanakan jangka waktu hak pakai properti bagi orang asing minimal 70 tahun.

Menanggapi materi dalam revisi PP No 41/1996, Senior Manajer Konsultan Properti Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus, di Jakarta, Selasa (23/3), menyatakan, pembatasan hak kepemilikan properti oleh warga negara asing berupa hak pakai atau hak sewa merupakan langkah mundur dari pemerintah.

Anton menjelaskan, apartemen dan kondominium yang dibangun di Indonesia pada umumnya dibangun di atas tanah hak guna bangunan (HGB). Adapun hak pakai berlaku untuk hunian di atas tanah hak pakai atas tanah negara.

”Revisi aturan kepemilikan properti oleh warga asing tidak akan ada artinya jika kepemilikan aset itu masih sebatas hak pakai,” kata Anton.

Menurut Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa, akhir pekan lalu, kemungkinan untuk kepemilikan properti oleh asing tidak ada hak milik dan hak guna bangunan.

”Saya kira tidak akan ada hak milik dan hak guna bangunan. Yang mungkin ada adalah hak sewa dan hak pakai, tapi jangka waktunya (hak pakai) akan diperpanjang,” ujar Suharso.

Rumit
Menurut Anton , hukum pertanahan di Indonesia sangat rumit. Peraturan perundang-undangan yang membagi hak atas tanah dalam beberapa kategori, mulai dari kepemilikan tanah atas hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, dan hak milik atas satuan rumah susun.

Padahal, lanjut Anton, perbankan cenderung masih enggan menerima agunan properti yang berupa hak pakai.

Di Malaysia, Singapura, dan Hongkong tidak dikenal istilah hak pakai untuk properti. Kepemilikan properti di Singapura, misalnya, hanya terbagi dua, yaitu freehold yang seperti hak milik dan leasehold. Leasehold serupa dengan hak guna bangunan di Indonesia, yaitu memiliki properti dengan waktu terbatas.

”Yang dibutuhkan saat ini adalah revisi undang-undang agraria, yang mengatur jenis kepemilikan tanah,” ujar Anton.

Dia menegaskan, tanpa aturan yang jelas, sulit mengharapkan warga asing mau membeli properti lebih banyak untuk menggerakkan sektor riil di Indonesia.

Pembiayaan oleh asing
Persoalan yang harus diantisipasi, menurut Suharso, adalah pembiayaan properti oleh warga asing.

Suharso menengarai, ada kemungkinan investor asing hendak membeli properti di Indonesia dengan pembiayaan dari bank lokal dan memanfaatkan properti itu untuk disewakan. Selanjutnya, uang sewanya dipakai untuk mencicil kredit dari bank lokal.

”Yang menjadi persoalan, bagaimana warga asing membiayai pembelian properti di Indonesia. Saya ingin membatasi hal itu,” ujar Suharso.

Berdasarkan riset Konsultan Properti Jones Lang LaSalle Indonesia, potensi pasar properti bagi konsumen asing saat ini diperkirakan mencapai 83.000 orang. Jumlah tersebut tidak termasuk potensi turis asing yang berwisata secara rutin ke Indonesia dan berminat memiliki hunian di daerah wisata, seperti Bali. (Brigita Maria Lukita/KOMPAS Cetak)

LKT

Editor: ksp

0 comments:

Post a Comment


blogger templates | modified by www.jasa-bikin-web.blogspot.com